Eksibisionisme, Narsisisme, dan Estetika
“Honest saja intinya pameran buat pamer lah?” kata anak saya .”I mean yah pamer artwork, pamer tulisan atau ideas, pamer tempatnya, pamer face, pamer buku or katalok, pamer pictures bareng, nggak sampai situ tapi terus di pamerin lagi di internet” lanjutnya dengan aksen aneh Singlish.
“Kesimpulannya mom.. yah pamer..show off lah..exhibitionist lah…“. Sambil pergi dengan wajah polos seriusnya.
Saya cuma diam dalam gaung gema kalimat terakhirnya. Bisa jadi dia benar.
Tipis sekali batas antara exhibition (pameran, pertunjukan) dan exhibition(ist) (orang yang suka memperlihatkan kecakapan) “pamer” secara mata perupa -Artist- Apalagi jika dihubungkan dengan istilah eksibisionis dalam kehidupan kita. Setiap orang butuh perhatian (dan ingin memperhatikan orang lain) kadang kala pamer berkonotasi negatif dan hubungannya menjadi narsisisme.
Dalam konteks pameran Eksibisonis yang dalam bahasa sehari-hari sering terungkap ketika melihat seseorang memamerkan tubuhnya secara vulgar berlebihan. Padahal makna disini jauh lebih dalam secara artistik. “Eksibisionis itu gangguan jiwa dalam rasa ketika perupa mempertontonkan karya-karyanya ke orang lain dan mendapatkan kepuasan dari melihat ekspresi wajah orang yang melihatnya. Perupa akan makin senang kalau penonton menunjukan ekspresi senang, ketakutan atau memiliki rasa keterpesonaan melihat karya tersebut, disisi lain perupa senang melihat reaksi penonton.
Tentu istilah diatas sangat jauh dari yang sebenarnya. Respon setiap orang dengan istilah kata tersebut akan berbeda sesuai dengan konteks kehidupannya. Biarkan saja, Sepanjang tak merugikan orang lain, lakukan istilah tersebut dengan nyaman.
Jadi intinya semua perupa adalah exhibionist dan narcist...
Salam ber -Exhibitionist J
Lenny Ratnasari Weichert
Regina Hill, Singapore 22. January 2009
Tidak ada komentar:
Posting Komentar